Rabu, 26 Desember 2012

PENDIDIKAN INKLUSIF


BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
Berdasarkan Undang Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang– Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dapat disimpulkan bahwa negara memberikan jaminan sepenuhnya kepada anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh layanan pendidikan yang bermutu. Hal ini menunjukkan bahwa anak berkebutuhan khusus atau anak luar biasa berhak pula memperoleh kesempatan yang sama dengan anak lainnya dalam pendidikan.
Pada umumnya, lokasi SLB berada di ibu Kota Kabupaten, padahal anak–anak berkebutuhan khusus tersebar hampir di seluruh daerah (kecamatan/desa), tidak hanya di ibu kota kabupaten. Akibatnya sebagian dari mereka, terutama yang kemampuan ekonomi orang tuanya lemah, terpaksa tidak disekolahkan karena lokasi SLB jauh dari rumah, sementara kalau akan disekolahkan di SD terdekat, sekolah tersebut tidak bersedia menerima karena merasa tidak mampu melayaninya. Sebagian yang lain, mungkin selama ini dapat diterima di sekolah terdekat, namun karena ketiadaan guru pembimbing khusus akibatnya mereka beresiko tinggal kelas dan akhirnya putus sekolah. Permasalahan di atas dapat berakibat pada kegagalan program wajib belajar.
Untuk mensukseskan wajib belajar pendidikan dasar, dipandang perlu meningkatkan perhatian terhadap anak berkebutuhan khusus, baik yang telah memasuki sekolah reguler (SD) tetapi belum mendapatkan pelayanan pendidikan khusus maupun yang belum mengenyam pendidikan sama sekali karena tidak diterima di SD terdekat atau karena lokasi SLB jauh dari tempat domisilinya.[1]
Melalui pendidikan inklusif, anak berkebutuhan khusus dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki anak melalui pendidikan di sekolah terdekat. Sudah barang tentu sekolah terdekat tersebut perlu dipersiapkan segala sesuatunya.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pendidikan inklusif itu?
2.      Mengapa pendidikan inkusif itu diperlukan?

BAB II
PEMBAHASAN
A.        Pengertian
1.      Pendidikan inklusif adalah penggabungan pandidikan regular dan pendidiakn khusus kedalamsatu sistem persekolahan yang dipersatukan untuk mempertemukan perbedaan kebutuhan semua siswa.
2.      Pendidikan inklusif bukan sekedar metode atau pendekatan pendidikan melainkan suatu bentuk implementasi filosofi yang mengakui kebhinekaan antar manusia yang mengemban misi tunggal untuk membangun kehidupan bersama yang lebih baik dalam rangka meningkatkan kualitas pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa.[2]
3.      Menurut permen 70 Tahun 2009 pasal 1 menyatakan bahwa Pendidikan Inklusif adalah sistempenyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi  kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.[3]
4.      Pendidikan inklusif yaitu pendidikan yang dilaksanakan di sekolah / kelas reguler dengan melibatkan seluruh peserta didik tanpa kecuali, meliputi : anak yang memiliki perbedaan bahasa, beresiko putus sekolah karena sakit, kekurangan gizi, tidak berprestasi, anak yang berbeda agama, penyandang HIV/ AIDS, dan sebagainya. Mereka dididik dan diberikan layanan pendidikan yang sesuai dengan cara yang ramah dan penuh kasih sayang tanpa diskriminasi.[4]
5.      Pendidikan inklusif adalah pendidikan reguler yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik yang memiliki kelainan dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa pada sekolah regular dalam satu kesatuan yang sistemik. Pendidikan inklusif adalah pendidikan di sekolah biasa yang mengakomodasi semua anak berkebutuhan khusus yang mempunyai IQ normal diperuntukan bagi yang memiliki kelainan (intelectual challenge), bakat istimewa, kecerdasan istimewa dan atau yang memerlukan pendidikan layanan khusus.[5]

B.        Elemen- elemen Dasar Pendidikan Inklusif
1.      Sikap guru yang positif tehadap keragaman.
2.      Interaksi promotif dalam pembelajaran kooperatif.
3.      Pengembangan kompetensi akademik yang seimbang dengan kompetensi social.
4.      Konsultasi kolaboratif antar professional.
5.      Hidup dan belajar dalam masyarakat.
6.      Hubungan kemitraan antara sekolah dan keluarga.
7.      Belajar dan berfikir independen.
8.      Belajar sepanjang hayat.[6]

C.        Tujuan Pendidikan Inklusif
1.      Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutusesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.
2.      Mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik.[7]

D.        Ciri-ciri Pendidikan Inklusif
1.    Siswa yang berusia sama duduk dalam kelas yang sama.
2.    Siswa saling bekerjasama dengan sesamanya.
3.    Siswa merasa kelas sebagai milik besama.
4.    Siswa memiliki pengalaman berhasil.
5.    Siswa belajar mengembangkan sikap toleran.
6.    Siswa belajar mengembangkan sikap empati.
7.    Guru menerima perbedaan.
8.    Guru mengembangkan dialog dengan siswa.
9.    Guru mendorong terjadi interaksi promotif antar siswa.
10.  Guru menjadikan sekolah menarik bagi siswa.
11.  Guru membuat siswa aktif.
12.  Guru mempertimbangkan perbedaan antar siswa dalam kelasnya.
13.  Guru menyiapkan tugas-tugas yang berbeda yntuk siswa-siswanya.
14.  Guru fleksibel dan kreatif.

E.         Landasan Pendidikan Inklusif
1.      Landasan Filosofis
Bhineka Tunggal Ika : Pengakuan kebhinekaan antar manusia yang mengemban misi Tunggal sebagai khalifah Tuhan di muka bumi untuk membangun kehidupan bersama yang lebih baik dalam rangka meningkatkan kualitas pengabdian manusia kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2.      Landasan Religi
a.       Manusia sebagai Khalifah Tuhan Yang Maha Esa.
b.      Manusia diciptakan sebagai makhluk individual differences agar dapat saling berhubungan dalam rangka saling membutuhkan.

3.      Landasan Keilmuan
a.       Psikologi
b.      Sosiologi
c.       Anthropologi
d.      Biologi
e.       Ekonomi
f.       Politik
g.      dsb.[8]

4.      Landasan Yuridis
a.       UUD 1945 (amandemen) pasal 31 ayat 1: “setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan”.
b.      UU No. 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional, pasal 3 menyatakan bahwa ” pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradapan bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Pasal 5 ayat 2 menyatakan bahwa ” warga negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus”. Pasal 32 menyebutkan ”penidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial dan atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa” .
c.       UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak,
d.      UU No. 4 tahun 1997 tentang penyandang cacat,
e.       PP No. 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan,
f.       Surat Edaran Dirjen Dikdasmen Depdiknas No.380 /C.66/MN/2003, 20 Januari 2003 perihal Pendidikan Inklusi bahwa di setiap Kabupaten/ Kota di seluruh Indonesia sekurang kurangnya harus ada 4 sekolah penyelenggara inklusi yaitu di jenjang SD, SMP, SMA dan SMK masing-masing minimal satu sekolah,
g.      Deklarasi Bandung tanggal 8-14 Agustus 2004 tentang ”Indonesia menuju Pendidikan Inklusi”,
h.      Deklarasi Bukittinggi tahun 2005 tentang ” ”Pendidikan untuk semua” yang antara lain menyebutkjan bahwa ”penyelenggaraan dan pengembangan pengelolaan pendidikan inklusi ditunjang kerjasama yang sinergis dan produktif antara pemerintah, institusi pendidikan, istitusi terkait, dunia usaha dan industri, orangtua dan masyarakat”.[9]

F.         Tugas Pemerintah
1.      Pemerintah kabupaten /kota
a.       Menjamin terselenggaranya pendidikan inklusif  (pasal 6 ayat (1)).
b.      Menjamin tersedianya sumber daya pendidikan inklusif (pasal 6 ayat (2)).
c.       Wajib menyediakan paling sedikit 1 (satu) orang guru pembimbing khusus pada satuan pendidikan penyelenggaran inklusif (pasal 10 ayat (1)).
d.      Wajib meningkatkan kompetensi di bidang pendidikan khusus bagi pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan penyelenggaran inklusif (pasal 10 ayat (3)).
e.       Melakukan pembinaan dan pengawasan pendidikan inklusif (pasal 12).
2.      Pemerintah provinsi
f.       Membantu tersedianya sumber daya pendidikan inklusif (pasal 6 ayat (3)).
g.      Membantu penyediaan tenaga pembimbing khuus bagi satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif  (pasal 10 ayat  (4) )
h.      Membantu meningkatkan kompetensi di bidang pendidikan khusus bagi pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan penyelenggaran inklusif (pasal 10 ayat (5)).
i.        Melakukan pembinaan dan pengawasan pendidikan inklusif (pasal 12).[10]

G.        Alasan Perlunya Pendidikan
1.      Sesuai dengan filosofi Bhineka Tunggal Ika dan ajaran agama.
2.      Sekolah segregatif menghambat anak yang membutuhkan pendidikan khusus dalam melakukan penyesuaian sosial.
3.      Menjamin terbentuknya masyarakat yang demokratis.
4.      Sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan.
5.      Menghindarkan siswa dari rendah diri dan arogansi.
6.      Membiasakan siswa menghargai pluralitas.
7.      Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial.
8.      Guru dapat saling belajar tentang siswa.[11]
9.      Mutu pendidikan masih belum memuaskan.
10.  Masih banyak anak usia sekolah belum mendapat layanan pendidikan yang baik.
11.  Pendidikan masih diskriminatif.
12.  Pembelajaran masih teacher centre
13.  Proses Belajar Mengajar (PBM) belum mengakomodasi kebutuhan siswa
14.  Lingkungan pendidikan masih belum ramah anak
15.  Pembelajaran masih belum berbasis learning style siswa.
16.  PBM belum dilaksanakan dengan aktif, kreatif, dan menyenangkan.
17.  Pembelajaran belum menghargai keberagaman.[12]

H.        Tempat Dilaksanakannya Pendidikan Inklusif
Pendidikan Inklusif hendaknya dilaksanakan :
1.      Di sekolah.
2.      Di dalam keluarga.
3.      Di masyarakat.

I.           Saran-saran Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif
1.      Perlahan-lahan, selangkah demi selangkah, mulai dari PAUD.
2.      Gunakan nara sumber yang dapat memberikan bimbingan.
3.      Kembangkan ruang dan pusat sumber belajar.
4.      Berikan pelatihan kepada semua tenaga kependidikan dan orang tua mereka :
a.       fleksibel dan kreatif,
b.      menghargai kebhinekaan/pluralitas,
c.       mampu mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan individual anak,
d.      dapat bekerja sama dalam tim kerja, dan
e.       dapat mengembangkan iklim belajar dan bekerja yang sehat.[13]


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pendidikan inklusif yang memasukkan unsur keragaman, nilai, budaya, sikap, bahasa bisa menjadi alternatif bagi pendampingan anak sebagai manusia yang seutuhnya. Pendidikan inklusif memberikan peran kepada sekolah sebagai laboratorium kehidupan bagi anak. Dalam pendidikan inklusif, anak tidak dihindarkan dari pendidikan di luar pendidikan akademis, tetapi didekatkan dengan keragaman dan masalah.
Cara-cara yang ditempuh melalui pembelajaran yang diberikan, lanjut dia, memungkinkan anak menggali, lingkungan fisik yang ditata memungkinkan interaksi, sedang komunikasi yang dibentuk mengarah pada dialog. Tetapi, pemaknaan inklusi masih kerap diartikan secara sempit, yaitu dipahami sebagai pendidikan yang mencampurkan anak berkebutuhan khusus dan anak bukan berkebutuhan khusus. Oleh karena itu, sekolah memiliki peran untuk menyadarkan masyarakat sehingga anak mampu memaknai segi kehidupan yang penuh masalah dan perbedaan. Warga sekolah, mulai dari kepala sekolah, guru dan orang tua diharapkan menjadi warga yang reflektif, karena anak memiliki sifat mudah dimasuki materi-materi baik yang bersifat obyektif atau subyektif.
Sementara itu, hak-hak anak harus mendapat jaminan pemenuhan, yang meliputi hak sipil, hak pendidikan, hak kesehatan, keluarga dan pengasuhan serta perlindungan khusus. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2003 tentang perlindungan anak, pengertian anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun.



DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar